“Sungguh orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan
mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhan-nya.” (Qs. Al-Bayyinah [98]: 7-8)
Berkenaan dengan ayat di atas, kita memfokuskan pembicaraan pada kata-kata, khairul bariyyah, sebaik-baik makhluk. Bariyyah berasal dari kata baraa yang artinya ciptaan. Karenanya kita mengenal Allah SWT dengan sebutan Al-Barii yang artinya khaliq atau pencipta dan makhluk atau ciptaan-Nya disebut, Bariyyah. Pendapat lain mengatakan, Bariyyah, berasal dari kata baryan (meraut), seperti pada kalimat baraitul qalam, saya meraut pensil. Karena itulah makhluk disebut juga bariyyah,
karena Allah SWT lewat firman-Nya, meraut atau membentuk ciptaannya
dalam bentuk yang berbeda-beda, sebagaimana misalnya pabrik yang
memproduksi pensil dalam bentuk yang bermacam-macam.
Pada tafsir Tabari, jilid 30 hal. 171 diriwayatkan dari Ibnu Hamid
mengatakan bahwa, Isa bin Farqad dari Abil Jarud dari Muhammadi bin Ali,
Rasulullah saww ketika ditanya siapakah khairul bariyyah itu, beliau
saww menjawab,:”Hum anta, wa syi’atuka….Engkau ya Ali dan Syiahmu (
pengikutmu)”. Sementara riwayat lain menyebutkan, Jabir bin Abdullah
Anshari ra berkata ketika ayat ‘khairul bariyyah’ turun, Nabi saww
menghadap kepada Ali as dan berkata, “Hum anta, wa syi’atuka, taridu
‘alayya wa syi’atuka radhiina mardiyyiina, (maksud dari khairul
bariyyah) adalah kamu (Ali) dan pengikutmu, di hari kiamat kamu dan
syiahmu masuk bersama saya dalam keadaan Allah ridha kepadamu, dan kamu
ridha kepada Allah.” Riwayat ini terdapat dalam kitab Syawahid at
Tanzil, oleh Imam Al-Hakim An-Naisyaburi, pada jilid 2 hal. 360.
Untuk lebih dalam menelisik makna khairul bariyyah, kita bisa memulainya dari ayat sebelumnya pada surah yang sama. Pada ayat surah Al-Bayyinah, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya
orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik
(akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk.” Pada ayat ini Allah SWT berbicara mengenai, syarrul bariyyah,
seburuk-buruknya makhluk. Seburuk-buruk makhluk khusus pada ayat ini
adalah orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang
musyrik. Mengenai seburuk-buruknya makhluk kita juga bisa melihat
misalnya pada surah Al-Anfal ayat 22, “Sesungguhnya
binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah
orang-orang yang bisu dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun.”
Pada ayat ini, Allah lebih memperluas cakupan siapa saja yang termasuk
seburuk-buruknya makhluk dengan memperinci karakteristiknya. Dalam surah
Al-A’raf ayat 179 Allah SWT lebih memperincinya lagi, mereka mempunyai
hati namun tidak mempergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah,
mempunyai mata namun tidak menggunakannya untuk melihat tanda-tanda
kekuasaan Allah dan mempunyai telinga namun tidak menggunakannya untuk
mendengarkan ayat-ayat Allah, oleh Allah mereka tidak hanya disebut
sebagai seburuk-buruknya makhluk bahkan lebih sesat dari binatang
ternak.
Mengenai syarrul bariyyah, yang
dimaksud pada surah Al-Bayyinah -sebagaimana yang difirmankan Allah SWT
pada ayat-ayat sebelumnya- tidaklah mencakup seluruh orang-orang kafir
dari kalangan ahli kitab ataupun seluruh orang-orang musyrik, namun
terbatas hanya bagi mereka yang telah mendapatkan hujjah yang sangat
jelas mengenai kebenaran ajaran
Islam yang dibawa Nabi Muhammad saww, namun mereka bukan hanya sekedar
menolaknya namun juga melakukan penentangan yang keras. Sementara mereka
yang tidak beriman dan bertauhid yang benar, karena dakwah Islam belum
sampai kepada mereka atau karena memiliki halangan-halangan tertentu,
bukan karena sejak awal melakukan penentangan, perhitungannya ada pada
sisi Allah SWT.
Selanjutnya, kita kembali berbincang mengenai khairul bariyyah. Pada ayat ke tujuh dan delapan, Allah SWT menyampaikan karakteristik orang-orang yang termasuk khairul bariyyah.
Pertama, orang-orang yang beriman (alladziina aamanuu).
Yang dimaksud mereka yang beriman adalah yang beriman kepada Allah SWT,
para Anbiyah as dan kitab-kitab yang mereka bawa serta mereka yakin
akan keberadaan hari akhirat. Sementara mereka yang musyrik ataupun
orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab ataupun dari agama-agama
selain Islam tidak termasuk dalam golongan ini.
Kedua, mereka yang beramal shalih (wa ‘amilushshaalihat). Setelah mereka mengimani Allah SWT
dan ajaran-ajaran yang dibawa para Anbiyah as mereka
mengejewantahkannya dalam laku perbuatan, dalam amalan-amalan dzahir
mereka. Pengertian amal saleh, telah sedemikian jelas dan tidak
memerlukan penjelasan lebih lanjut, sebagaimana yang termaktub dalam
Shahih Muslim kitab al-Iman disebutkan bahwa sekedar menghilangkan
penghalang yang menganggu pada jalanan yang dilalui kaum muslimin
termasuk amal shalih dan sebaik-baiknya amal shalih adalah beriman
kepada Allah SWT dan bersaksi hanya Allah yang berhak untuk disembah.
Ketiga, mereka yang takut pada Tuhannya (dzalika liman khasiya Rabba). Mereka yang termasuk dalam khairul bariyyah
adalah mereka yang beriman, beramal shalih dan takut kepada Rabbnya.
Ketiga karakteristik ini mesti dimiliki seseorang yang ingin termasuk
dalam khairul bariyyah, tidak memilah dan mengabaikan yang lain.
Amal shalih misalnya, bisa saja dilakukan tanpa mesti beriman atau atas
dasar takut kepada Allah, bisa saja karena paksaan, takut atau karena
terbentuk dari kebiasaan dan tradisi keluarga atau lingkungan dimana dia
berada.
Setelah menjelaskan karakteristik khairul bariyyah,
Allah SWT melanjutkannya, dengan menyampaikan balasan bagi mereka. Di
akhirat mereka tidak hanya mendapat balasan dan pahala secara lahiriah
saja namun juga secara maknawi atau batiniah. Sebagaimana mafhum,
manusia terdiri atas dua bagian, lahiriah dan batiniah, jasmani dan
ruhiyah, maka masing-masing dari kedua sisi manusia ini mendapatkan
balasannya. Sebagaimana pada ayat terakhir pada surah Al-Bayyinah, “Balasan
mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” ini menunjukkan balasan lahiriah. Dan kata-kata selanjutnya, “Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.”
Menunjukkan balasan atau pahala maknawi. Keridhaan adalah perasaan
batiniah. Keridhaan Allah terhadap mereka karena amalan-amalan shalih
mereka di dunia yang dibaluri keimanan yang kuat kepada-Nya dan
keridhaan mereka kepada Allah karena balasan dan pemberian Allah berupa
kenikmatan-kenikmatan yang tiada tara kepada mereka. Alangkah
beruntungnya mereka yang termasuk khairul bariyyah, adakah kenikmatan dan balasan yang lebih mulia daripada keridhaan Allah SWT?.
Pertanyaan
yang biasanya hadir ketika berbicara mengenai ayat, diantaranya, apakah
ayat tersebut termasuk ayat umum atau ayat khusus?. Berkenaan dengan
pembahasan kita, maka kemungkinan timbul pertanyaan, apakah yang
dimaksud Allah SWT khairul bariyyah adalah mencakup kesemua kaum
mukminin yang beramal shalih atau hanya terbatas pada kelompok
tertentu?. Untuk menjawabnya, tidak ada cara lain selain melihat asbabun nuzul
(penyebab turunnya ayat), yang terdapat dalam riwayat-riwayat
nabawiyah. Di sini saya mengajukan beberapa referensi dari kitab-kitab
Ahlus Sunnah. Pada tafsir Tabari, jilid 30 hal. 171 diriwayatkan
dari Ibnu Hamid mengatakan bahwa, Isa bin Farqad dari Abil Jarud dari
Muhammadi bin Ali, Rasulullah saww ketika ditanya siapakah khairul bariyyah itu,
beliau saww menjawab,:”Hum anta, wa syi’atuka….Engkau ya Ali dan
Syiahmu ( pengikutmu)”. Sementara riwayat lain menyebutkan, Jabir bin
Abdullah Anshari ra berkata ketika ayat ‘khairul bariyyah’ turun, Nabi
saww menghadap kepada Ali as dan berkata, “Hum anta, wa syi’atuka,
taridu ‘alayya wa syi’atuka radhiina mardiyyiina, (maksud dari khairul
bariyyah) adalah kamu (Ali) dan
pengikutmu, di hari kiamat kamu dan syiahmu masuk bersama saya dalam
keadaan Allah ridha kepadamu, dan kamu ridha kepada Allah.” Riwayat ini
terdapat dalam kitab Syawahid at Tanzil, oleh Imam Al-Hakim
An-Naisyaburi, pada jilid 2 hal. 360.
Saya
mencukupkan dengan menukilkan riwayat dari dua kitab ini saja. Akan
sangat membutuhkan banyak tempat kalau harus menukilkan dari semua kitab
yang menjelaskan asbabun nuzul ayat yang sedang kita bicarakan, yang jelas semua riwayat mengerucut pada imam Ali as dan Syiahnya lah yang dimaksud Khairul Bariyyah.
Timbul pertanyaan, mengapa harus ada tambahan persyaratan untuk
terkategorikan sebagai makhluk yang terbaik, yakni harus menjadi
pengikut dan syiahnya Imam Ali as?. Sebagaimana masyhur telah tercatat
dalam kitab-kitab tarikh yang mu’tabar, umat Islam sepeninggal nabi
Muhammad saww -terutama di masa pemerintahan Imam Ali as- terpecah
menjadi bergolong-golongan. Perseteruan antara Imam Ali as dan Muawiyah
menjadikan umat Islam setidaknya berpecah menjadi 4 kelompok besar.
Pengikut imam Ali as, pengikut Muawiyah, Khawarij (yang tidak mengikuti
salah satu diantara keduanya, malah membenci dan memusuhi keduanya) dan
kelompok keempat yang terdiri dari banyak sahabat Nabi, tidak menjadi
pengikut salah satu diantara keduanya, namun juga tidak membenci
keduanya. Keempat golongan besar ini kesemuanya mendakwahkan diri
sebagai umatnya Muhammad saww, namun lewat nubuat yang jauh-jauh
sebelumnya telah disampaikan Nabi, bahwa tidak mungkin keempat golongan
yang berpecah dan saling bermusuhan ini, bahkan terlibat dalam
pertumpahan darah yang tragis semuanya benar. Sesungguhnya Nabi Muhammad
saww ketika memberi penjelasan mengenai ayat “Khairul Bariyyah”,
hakekatnya ingin menyampaikan, bahwa untuk menjadi makhluk yang terbaik,
ikutilah Ali as jika terjadi perselisihan sepeninggalku.
Saya
menutup tulisan ini, dengan menukilkan kembali sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah, dari Ali as yang berkata,
“Demi Allah yang menumbuhkan jenis biji, menciptakan jenis insan,
sesungguhnya Rasulullah saww telah menegaskan kepadaku, bahwa takkan
cinta kepadaku kecuali orang mukmin, dan takkan benci kepadaku kecuali
orang munafik.” (HR. Muslim hadits no. 48 bab Keimanan jilid I).
Rasulullah
saww menyampaikan kepada kita diantara bukti keimanan adalah memberikan
kecintaan kepada Imam Ali as, sebaik-baiknya makhluk Allah SWT. Semoga
kita termasuk diantara pengikutnya. Insya Allah.
Wallahu ‘alam bishshawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar