Setidaknya,
ada ribuan protes mahasiswa dari berbagai macam kampus dan latar
belakang yang berbeda. Tentunya, protes-protes itu ditujukan kepada
pemerintah dalam upaya pemberdayaan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan
masyarakat. Belum lagi, protes akibat koruptor yang merajalela,
sampai-sampai negeri ini identik dengan istilah ‘sarang korupsi’ bagi
masyarakatnya sendiri.
Mahasiswa yang sejak awal
diterima oleh sebuah kampus, pasti terkenal dengan orang-orang yang
kritis dan mempunyai integritas yang tinggi. Mampu berfikir secara
terbuka dengan gaya yang khas di mata masyarakat. Istilah ‘demo’ mungkin
tidak terlepas dari jiwa-jiwa mahasiswa, karena ada demo (protes), di
situlah mahasiswa berdiri tegak dan berteriak lantang untuk menyuarakan
aspirasinya. Suara mahasiswa memang suara rakyat, dan integritas
mahasiswa adalah integritas pemuda. Karena pemahaman itulah, mahasiswa
gagah berani, merajalela demo sebuah kebijakan.
Namun gagahnya menjadi
mahasiswa, tidak terlalu menonjol dengan apa yang lekat dalam benak
masyarakat. Masyarakat justru menilai bahwa mahasiswa hanya pandai
berdemo, namun tidak memiliki solusi bagi setiap masalah yang ada.
Mahasiswa, kata banyak orang, ibarat hanya pintar teori kebaikan, namun
tidak pintar dalam berbuat kebaikan. Di sisi lain ada yang
menggambarkan, bahwa mahasiswa identik dengan prilaku bebas. Parahnya,
mahasiswa bisa dianggap provokator terjadinya bentrokan antar warga, dan
lain sebagainya.
Pejamkan mata dan singkirkan
dari sekarang anggapan-angapan masyarakat itu. Saatnya mahasiswa membuka
mata dan hati untuk bangun solusi dengan kecerdasannya. Bangun hakikat
integritas dalam hati dengan pancasila sebagai ideologi negara. Istilah
“singsingkan lengan bajumu”, bukan lagi bertindak gragas tanpa arah,
namun dengan perhitungan-perhitungan yang matang dan solusi-solusi
sesuai dengan dedikasi ilmu yang dipilihnya.
Temukan Solusi Diri
Masalah
selalu kian menghadang, baik itu masalah besar setingkat negara maupun
masalah diri sendiri. Bagi mahasiswa, masalah negara adalah masalah
dirinya, karena dengan begitu dia dapat berprotes ria untuk sekadar
berteriak, bahwa “aku tidak setuju dengan kebijakan pemerintah”. Untuk
itu, agar memperoleh solusi sebuah masalah negara, tentunya ada cara
yang tepat untuk mandapatkanya.
Salah satu yang dipercaya oleh
banyak orang, adalah “temukan solusi diri” dahulu, karena dengan
mampunyai menemukan solusi diri, mahasiswa sadar akan fungsinya. Tidak
perlu gatal untuk berteriak bahwa kebijakan pemerintah itu salah, namun
jika mahasiswa sadar akan fungsinya, dia akan berprilaku sesuai
analisisnya terhadap kebijakan pemerintah yang menurutnya salah.
Sebagaimana seorang Nelson
Mandela, Bung Karno, dan Raden Ajeng Kartini. Para pahlawan itu menjadi
orang-orang besar, karena protes kebijakan yang berpengaruh baginya.
Nelson Mandela, protes dengan sistem Apharteid di negaranya Afrika
Selatan, lalu beliau dipenjara. Dalam bui itu, Nelson menyadarkan bahwa
dirinya memiliki fungsi untuk membebaskan negaranya dari Apharteid.
Akhirnya dia membuat buku untuk membuka pikiran-pikiran barat (kulit
putih) untuk tidak menerapkan sistem Apharteid, karena sistem Apharteid
melanggar hak asasi manusia.
Bung Karno yang pernah
diasingkan oleh Belanda, mampu dengan cerdas mengambil solusi-solusi di
tengah krisis diri yang teransingkan. Dengan usahanya itu, beliau mampu
membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang diharapkan
masyarakat Indonesia. Kemudian, Raden Ajeng Kartini dengan bukunya
“Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku legendaris itu, menyadarkan kita
untuk memperlalukan hak yang sama terhadap perbedaan gender pria dan
wanita.
Semua usaha pahlawan-pahlawan
itu berawal dengan menemukan solusi dirinya dan menyadarkan fungsinya
sebagai orang-orang besar, sehingga mampu menemukan dan melepas masalah
besar bagi negaranya.
Demo dengan Tulisan
Besarnya
prospek media, baik radio, online, surat kabar, dan televise, saat ini
membuka banyak pengetahuan dan wawasan bagi siapa saja yang mendengar,
membaca, dan melihat. Dengan peluang-peluang itu, khususnya surat kabar
dan media online, diharapkan mahasiswa mampu memanfaatkannya dengan
menulis opini atau artikel tentang apa yang diprotesnya. Namun, sesuai
visi tulisan ini, bahwa opini dan artikel yang dibuat bukan hanya untuk
mengkritisi masalah, tapi menyertakan dengan solusi tepat dan berguna
bagi penyelesaian masalah.
Dengan memanfaatkan media,
mahasiswa bisa membangun citranya sendiri. Mahasiswa tidak akan lagi
dianggap provokator, bebas pergaulan atau anggapan negatif lainnya.
Mahasiswa yang demo dengan tulisan, akan dianggap cerdas, karena mampu
menulis dengan tujuan membangun, bukan sekadar demo (protes) yang
sia-sia tanpa solusi. Dengan tulisan di media pula, mahasiswa mampu
mengembangkan diri dengan gagasan-gagasan ‘liar’, namun terarah guna
memperbaiki situasi.
Untuk itulah, bagaimanapun juga
kita mencari solusi untuk menyelesaikan masalah, bukan untuk membuat
masalah menjadi sulit. Lebih baik bagi mahsiswa, menulislah dengan
membuat opini atau artikel untuk dikirimkan ke media cetak (surat kabar)
maupun media online (portal berita). Sepertinya itu lebih baik dan
efektif, dari pada turun ke jalan menuju bangunan yang diprotes dan siap
membakar, beteriak, lalu bergandeng tangan lompat-lompat tanpa solusi
tepat guna.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar